Ilustrasi Onong
Nugraha
ILUSTRASI ONONG NUGRAHA
TURUT MELESTARIKAN BUDAYA SUNDA
Ilustrasi bukan sesuatu yang baru di dunia ini, jika kartun dan
karikatur berkembang sejak munculnya teknologi cetak grafis, maka
ilustrasi sudah berkembang sejak masa klasik. Hikayat masyarakat
Bali yang ditulis pada daun lontar sudah menyertakan ilustrasi di
dalamnya. Juga petuah-petuah yang ditulis pada kertas tua papirus
disertai gambar yang lebih informatif. Misalnya, buku petunjuk seks
kuno Kamasutra , buku tersebut dibubuhi ilustrasi yang
dibuat dengan menggunakan coretan tangan yang biasa disebut
iluminasi (penerangan). Cerita-cerita atau dongeng-dongeng
akan tampak lebih hidup dan menarik apabila disertai ilustrasi.
Ilustrasi sebagai daya tarik atau perangsang dapat kita jumpai dalam
cerita komik ataupun cerita bergambar ( cergam ). Ilustrasi
cukup verbal dan jelas dalam melukiskan banyak hal dalam cerita.
Dengan demikian, ilustrasi dapat membantu menghemat kata-kata.
Tulisan ini mengambil sampel ilustrasi karya Onong Nugraha yang
dianggap sebagai ilustrator senior, bahkan sebagai maestro dalam
seni ilustrasi, dan secara fenomena banyak menunjukkan ikon-ikon dan
simbol budaya Sunda, bahkan secara estetika memiliki kekuatan atau
kekhasan dalam menyusun unsur-unsur visual dalam sebuah komposisi
yang harmonis.
Ilustrasi Onong Nugraha banyak menggambarkan
cerita yang berasal dari daerah Sunda dengan setting budaya
Sunda dengan segala tradisi dan adat-istiadatnya, sehingga seorang
ilustrator harus mampu dan menguasai budaya Sunda. Hal ini terdapat
pada diri seorang ilustrator senior—Onong Nugraha—yang memiliki
karakter khas dengan teknis sempurna. Dari sebagian besar karyanya
lebih banyak menggarap objek dengan karakter etnik Priangan. Tjetjep
Rohendi Rohidi berkomentar tentang Onong Nugraha ini: “…jika ingin
menghayati kehidupan orang Sunda lihatlah karya-karya ilustrasi
Onong Nugraha”, 1 karena dalam karya-karyanya Onong mampu menangkap,
menghayati, dan mengekspresikan orang Sunda, kehidupan dan
kebudayaannya, serta alam lingkungannya. Ilustrasi karya Onong
Nugraha selain memenuhi kualitas teknik dan estetik juga memiliki
pesan yang terkandung di dalamnya yang bermuatan nilai-nilai budaya
tradisional Sunda dan memiliki simbol-simbol semiotik yang perlu
digali maknanya untuk menjaga eksistensi dan kelangsungan budaya
tradisi yang menjadi salah satu jati diri bangsa kita.
Alam tatar Sunda yang hijau dan sejuk dengan gunung-gunung yang
menjulang seperti Ciremai, Papandayan, Tangkuban Parahu, Tampomas,
Galunggung, Gede, dan sebagainya merupakan gambaran umum daerah Jawa
Barat. Oleh karena itu, lingkungan alam di tatar Sunda memiliki ciri
khas bila dibandingkan dengan daerah lain, seperti yang dikemukakan
oleh Karna Yudibtara seorang budayawan Sunda dalam sebuah wawancara
mengatakan bahwa “seperti ungkapan Brouwer seorang Indolog dari
Belanda, ciri khas tatar Sunda itu digambarkan ketika Tuhan
menciptakan alam Priangan atau Sunda yaitu pada saat Tuhan
tersenyum, artinya tatar Sunda itu ramah, tumbuh-tumbuhan banyak,
subur, tidak keras, sukar dicari yang gundul, sukar dicari yang
gersang, banyak danau-danau. Jadi, subur makmur gemah ripah loh
jinawi” . Hal ini diperkuat pula dengan karya-karya rupa para
seniman Jawa Barat yang banyak mengolah unsur alam seperti di atas,
misalnya lukisan Jelekong, batik Tasik, Garut, Sumedang, dan lukisan
layar sandiwara Sunda.
|
Ilustrasi Berdasarkan carita nyambung
(carnyam) : Mande Durma 13,
Karya Tatang Sumarsono.
Sumber: Mangle No 1755, 13 April 2000:
34
“Nenek, aku, Inah, dan Mang Eded sedang
bercerita di dapur tentang kepandaian Aki,
dan tentang bagaimana cara mengambil daun
pisang”
|
Pada gambar di atas terdapat sesuatu yang ingin divisualisasikan
yaitu tentang kehangatan keluarga dalam suasana interaktif yang
tercipta dalam suasana dapur di daerah Priangan. Kesan kehangatan
dan kekerabatan yang kuat dalam sebuah keluarga tampak dengan
terlihatnya figur yang sedang bekerja dan berkomunikasi. Kesan
tersebut terasa pada tampilan ilustrasi ini dengan denotatif
figur-figur yang tampak saling berinteraksi satu sama lain dan
masing-masing menunjukkan ekspresi sendiri-sendiri. Setting
yang ditampilkan adalah beberapa orang yang berkumpul di dapur,
dengan perangkat pendukung seperti hawu, paraseuneu, seeng
dengan aseupannya, katel, gerengseng, dan ayakan
. Ruangan terbagi dua, bagian atas dan bagian bawah (daerah
kering dan daerah basah), biasanya untuk tempat yang banyak
mengandung air. Konotasinya, daerah yang langsung kena tanah akan
mudah terkena air, oleh karena itu perlu dinaikkan agar terhindar
dari air, karena daerah itu dipergunakan untuk menyimpan hawu
dan untuk memasak. Juga dihubungkan dengan konsep rumah adat
Sunda (misalnya dari Baduy), dimana rumahnya berupa rumah panggung
dan dapur terletak di sudut bagian rumah yang sama dengan lantai
panggung. Hawu dengan parako diletakkan di atas
palupuh yang terlebih dulu diberi alas tanah liat hingga
beberapa kali lebih lebar dari hawu tersebut. Bentuk dan
tata letak hawu seperti ini merupakan karakteristik Sunda. Dapur
merupakan tempat komunitas yang paling intim untuk silaturahmi.
Kebiasaan orang Sunda jika berkunjung/bertamu biasanya terlebih dulu
masuk ke dapur bukan ke ruang tamu sebagaimana biasanya. Inilah
tipikal orang Sunda, kalau ngobrol biasanya di dapur. Tampilan
bentuk-bentuk objek pada denotatif busana yang dipakainya mempunyai
konotasi sebagai figur-figur orang pedesaan dengan kesederhanaannya.
Figur ibu yang sedang duduk emok, memakai busana kabaya
dan samping kebat (kain panjang), memakai tiung
(tutup kepala), memakai busana untuk sehari-hari yang bersifat
santai, dan leluasa. Si ibu sedang nyisig (nyusur)/
nyeupah (makan sirih) karena tangan kanan memegang sesuatu
di mulutnya, di depannya terletak wadah bumbu untuk makan sirih, dan
di sebelah kanannya terdapat wadah dari kuningan berbentuk seperti
vas bunga, disebut tampolong (untuk meludah). Figur wanita
muda memakai kabaya, samping kebat (kain panjang),
gelung jucung , sebagai busana sehari-hari untuk bekerja
dengan tujuan kepraktisan, dia sedang menanak nasi karena tangannya
memegang tutup seeng (dandang). Dari semua busana yang
dikenakan, suasana lingkungan sekeliling, dan objek-objek yang
menunjang keperjaan, menunjukkan suasana dalam kehidupan agraris,
kehidupan tradisional pada keluarga kelas rakyat, golongan cacah
yang terpandang dan bermartabat.
Tulisan ini diharapkan dapat memperkaya dan memperdalam pemahaman
terhadap ekspresi estetik dan makna simbolik ilustrasi karya Onong
Nugraha. Secara praktis -terutama bagi generasi muda- sebagai bahan
pengenalan dan apresiasi khususnya terhadap budaya Sunda. Dalam
pengembangan bidang pendidikan, khususnya pendidikan seni rupa,
diharapkan memberikan sumbangan materi dan dapat dijadikan sebagai
bahan referensi dalam berkarya seni. Bagi para ilustrator penerus,
khususnya di Jawa Barat, dapat bermanfaat sebagai cerminan dalam
membuat ilustrasi yang memiliki kualitas estetik dan simbolik yang
berhubungan dengan kehidupan sosial budaya Sunda.
__________________
1 Rohidi,Tjetjep Rohendi.
Pengantar Pameran Ilustrasi Onong Nugraha . Katalog Pameran
Ilustrasi Onong Nugraha.2000. Penulis: Dra. Tity Soegiarty, M.Pd.
Dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa, FPBS Universitas Pendidikan
Indonesia. e-mail: - ty_sg@plasa.com - titysoe17@yahoo.co.id