Iswara

LAGU PANEN

(Sebuah Drama, Himne untuk Kota Bandung)


BABAK 1

MUSIK MENINGGI. MUSIM PANEN. TARIAN-TARIAN KEMENANGAN SEPERTI TARIAN 50 TAHUN INDONESIA EMAS. BUNGA-BUNGA DITABURKAN GADIS-GADIS DESA, PEMUDA MENARI-NARI, ORANG-ORANG TUA TERTAWA –TERGIUR INGIN MENARAI SEPERTI PEMUDA. GADIS-GADIS MERAYU PEMUDA MENIKAH. ANAK-ANAK DESA MELAMAR GADISNYA. ORANG-ORANG TUA YANG BERJANJI MENIKAHKAN ANAKNYA SEGERA MENEPATI JANJI ITU WAKTU ITU.

BERBEDA DENGAN LAGU KEMARAU, TIDAK ADA LAGI PENGEMIS DI PINGGIR JALAN. TIDAK ADA LAGI PENGANGGURAN. TIDAK ADA LAGI URBAN KE KOTA. TIDAK ADA LAGI PERTENGKARAN SUAMI ISTRI KARENA MASALAH BERAS.

PADA TARIAN PANEN, PEREMPUAN-PEREMPUAN MENGGUNAKAN IKAT KEPALA SUTRA KUNING.

TERDENGAR GELAK TAWA ORANG-ORANG TUA DI SET BELAKANG SAMBIL MINUM KOPI DENGAN TENTRAM DI AMBEN DEPAN RUMAH MEREKA PADA SORE HARI YANG HANGAT. ADA PEMBESAR-PEMBESAR DI SET ITU. SETELAH TARIAN PERTAMA, PARA PENARI KELUAR.

ORANG TUA 1: Kakang Adiati, panen kali ini melimpah sekali. Sudah berapa kali kita panen tahun ini hasilnya melimpah.

ORANG TUA 2: Memang demikian, Rayi. Kekaisaran kita dikaruniai Tuhan tanah yang subur. Air mengalir dari gunung ke gunung. Tanah kita begitu diberkahi sehingga tanah kita tidak seperti di sana. Tuh, di kotamadya sana terlihat Parongpong sudah dibeli developer, Cihideung habis, Ciumbuleuit, Setrasari habis sawahnya, Ciwaruga tidak mengalir airnya, Sarijadi butek airnya. Kotamadya selatan yang kena banjiir. Puncrut telah jadi lapangan golf. Ujung Berung jadi perumahan di atas bukit. Di Kotamadya habis sawahnya. Sedang, kekaisaran kita … begitu subur.

ORANG TUA 1: (mengejek) Memang menjijikkan sekali pembangunan itu, Kakang. Aku dengar developer membeli tanah di Parongpong tetapi mereka tidak memperhatikan masa depan air Kotamadya. Mereka tidak memperhatikan masa depan anak cucu mereka. Mata pencaharian penduduk Parongpong terputus dan mereka menjadi pengangguran; sampah masyarakat yang tiada berguna.

ORANG TUA 2: Ah, engkau, Rayi. Jangan berbicara terlalu keras. Aku ‘kan salah seorang dari mereka. Akulah saah seorang dari pembesar-pembesar itu.

ORANG TUA 1: (berdehem senyum) Aku lupa, engkau adalah salah seorang penguasa kekaisaran ini. Engkau, Kakang, mesti tahu pengagung sekotamadya, sekabupaten, seprovinsi. Engkau tentu tahu, siapa yang mengendalikan pelarangan di belakang pembelian tanah di Cimacan, Ciumbuleuit, Cihideung, Sarijadi, dan Parongpong.

ORANG TUA 2: Memang demikian, Rayi. Developer, kerja mereka mencari tanah untuk dibangun menjadi kompleks perumahan. Sampai jauh pun mereka takkan menyisakan barang sejengkal tanah tanpa mereka bangun. Mereka tak perduli anak cucu orang membayar mahal untuk air tanah.

ORANG TUA 1: Saya lihat, Kakang, Pemda kotamadya seperti kehilangan arah meski sudah turun SK Penguasa Provinsi (nomor 600 tahun 1994) untuk menghentikan pembangunan di Parongpong, tetapi pembangunan itu terus berjalan.

ORANG TUA 2: Hm, orang-orang Pemda kotamadya tentu mendapat amplop untuk setiap masukan. Setiap ada proyek, tak ada yang bebas uang.

ORANG TUA 1: Sungguh beruntung kita mempunyai kekaisaran ini, Kakang. Kita sebagai pejabat teras bisa membangun di sini. Dahulu kala, tempat ini adalah hutan amer yang werit penuh jin dan reriwa yang suka makan manusia. Kemudian kita membangun desa, kira-kira satu jam perjalanan berkuda ke pesawahan desa terdekat. Peradaban baru, aku rajanya. Aku jadi lurah dan Kakang jadi bupati.

Desa ini tidak ada dalam peta Jawa Barat. Tidak tercapai oleh peluru tentara Serbia (Amerika atau Israel). Tetapi di sini tersedia segalanya. Tidak tahu dari mana dan mau apa laptop komputer ini, telepon genggam, jalan hotmiks, internet listrik ini ada dari generator KKN dan solarsel.

Kemudian pemukim berdatangan. Setiap orang dari mereka memiliki peternakan dengan kuda, domba, sapi, unggas, dan sawah berundak-undak dengan humanya. Juga ada traktor dan sistem irigasi, sistem daya jual, marketing dan dekat dengan penguasa kekaisaran.

Kita sudah kaya, Kakang. Kita tida lgi punya keinginan. Tetapi kita tetap harus terjaga dari diabetes lalu ikut olah raga aerobik dan pencak silat.

Kemudian kita punya cessna –pesawat capung—lalu terbang seperti burung, melintasi samudera dan lima benua. Melihat bekas azab kaum ‘Ad dan Tsamud. Pulang maghrib ke langgar, mengajar ngaji anak gembala. Sepi dalam isya. Kita sudah kaya, Kakang.

ORANG TUA 2: (tertawa) Kita sudah tidak punya keinginan, Rayi.

ORANG TUA 1: Betul, Kakang.

ORANG TUA 2: Kita tinggal memikirkan, masa depan untuk anak cucu agar bisa bersekolah ke perguruan tinggi, agar bisa pandai seperti anak orang.

ORANG TUA 1: Betul, Kakang.

ORANG TUA 2: Ah, betul, Rayi. Bagaimana kabarnya si ujang –anakmu, bukankah dia sudah dewasa sekarang? Bagaimana kabarnya?

ORANG TUA 1: Ah, baik, Kakang. Si ujang itu anak yang rajin dari anak-anak saya. Setiap ada pekerjaan di sawah, dia selalu ikut andil. Tidak pernah mengeluh apalagi marah-marah atau bekerja tak karuan. Dia pantas menggantikan kedudukanku nantinya untuk sawah daripada kakak-kakaknya. Sebab kakak-kakaknya lebih suka di perguruan tinggi daripada di lapangan. Ada kalanya perempuan yang manajer lebih suka duduk di belakang meja menunggu order dari Cina-Cina.

ORANG TUA 2: Kita dengar di Provinsi Timor Timur terjadi kekisruhan karena kesenjangan antarpenduduknya. Mereka melihat orang lain lebih kaya daripada dirinya.

Apa solusi mereka untuk itu? Membakar rumah mereka, merampok dan mengancam mereka.

Kita tidak, kita selalu bisa menggunakan jalan diplomasi yang baik. Tak perlu ada pertumpahan darah.

Padahal lihat penduduk kita, tanah digusur, birokrasi hancur, korupsi, selalu saja rakyatnya bisa diredam. Rakyat kita terlalu lemah, Kakang, sehingga bingung melihat tindakan orang, tidak bisa menentukan, pemerintah itu aniaya atau merusak. Tahu-tahu tanah kita digusur untuk developer.

ORANG TUA 1: Benar, Kakang.

ORANG TUA 2: Tampaknya si ujang sudah pantas dinikahkan seperti kakak-kakaknya.

ORANG TUA 1: Tampaknya, kakang benar.

ORANG TUA 2: Tampaknya si ujang pantas dinikahkan dengan si nyai. Lalu kita berbesanan.

ORANG TUA 1: Insya Allah, bakal dekat kekeluargaan kita.

Orang Tua2: Bukankah kita sedang masa jaya-jayanya panen. Sudah beberapa musi kita panen terus. Sudah beberapa panen kita berhasil terus.

ORANG TUA 1: Rupanya Tuhan mengabulkan keinginan-keinginan kita.

ORANG TUA 2: Bagaimana menurut pendapatmu jika si ujang bersama dengan si nyai?

ORANG TUA 1: Terima dengan gembira berita yang Kakang usulkan. Tinggal kita tanyai anak-anak.

ORANG TUA 2: Nah, maka Kakang akan datang lagi nanti sekalian acara lamaran, Begitu?

ORANG TUA 1: Maka saya akan persiapkan si nyai dan akan saya kabarkan kepada Kakang. Kontak saja melalui telepon genggam.

ORANG TUA 2: Nah, sekarang mari kita lanjutkan melihat tari-tari.


TARIAN-TARIAN KEMBALI MASUK. SELESAI. LALU PENONTON BERTEPUK TANGAN. ADA YANG BERSUIT. SEMUA EXIT.


BABAK 2

DATANG DEVELOPER. MENGUKUR-UKUR TANAH. DEVELOPER 1 BERDIRI DI UJUNG SATU DARI SET PANGGUNG. DEVELOPER 2 BERJALAN KE UJUNG BERIKUTNYA DARI SET PANGGUNG, MERENTANGKAN TANGAN, MENUDUNGI MATANYA DARI SILAU.

DI SET YANG LAIN ADA PETANI SEDANG MENCANGKUL-CANGKUL. PETANI MENCURI-CURI PANDANG KEPADA DEVELOPER. HERAN DAN CURIGA.


DEVELOPER 1: (Berteriak) Berapa meter?

DEVELOPER 2: Wah, seribu meter.

DEVELOPER 1: Bukan selaksa meter?

DEVELOPER 2: Seribu meter ditambah hutan tak bertuan jadi selaksa meter. Sekian meter gratis, ha!

Pak Developer, kita akan membangun kota megah di sini. Kita bangun istana-istana seperti di surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Kita bangun kota di atas bukit Lihat, bisa memandang lepass ke kotamadya raya. Hawanya sejuk, tidak tercemari. Airnya mengalir di sana di sini.

DEVELOPER 1: Benar. Memang indah tanah di sini. Kita pandai mencari tanah.


PETANI DATANG MENDEKAT.


PETANI 1: Tuan juragan, ada apa datang menengok-nengok kemari? Aya peryogi naon? Iyeu the maksadnya bade meser?

DEVELOPER 1: Oh, itu ada pak tani. Mari kta berkunjung berkenalan dulu. Ehm, Developer 2 –jangan lupa—kita sebarkan gosippemerintah mau membeli ini, tanah buat program daerah. Barang siapa menolak subversif, mengganggu program pemerintah dan akan dihukum berat.

(KEPADA PAK TANI) Pak tani, ini … perkenalkan kami dari (KERAS) developer, eh (KAGET) Pemda kotamadya, eh, bermaksud meninjau kesuburan tanah Bapak.

PETANI 1: O, Bapak penyuluh dari PPL?

DEVELOPER 1: Yah begitulah. O, bukan, kami dari Pemda kotamadya. Memang sama dengan penyuluh PPL, tetapi kami lain tugas.

PETANI 1: Ari maksadnya bade aya pikersaeun naon? Aeh, hayu atuh urang sindang heula di rorompok bapa.

DEVELOPER 1: Begini, saya datang dari Pemda kotamadya, maksudnya mau menyampaikan kepada Bapak bahwa status di atas tanah ini, akan dibangun untuk program pemerintah daerah. Terbayang tidak oleh Bapak, di sini akan dibangun sekolah, macam-macam rumah sakit, perguruan tinggi, pasar super market, tempat hiburan, bioskop, dunia fantasi, Ancol, Taman Mini. Sebenarnya bapak penguasa provinsi yang mencanangkan. Bapak penguasa provinsi mengisyaratkan pembangunan semua sektor di kotamadya, bagi kemakmuran seluruh rakyat. (PETANI KAGET)

PETANI 1: Aduh, sugan teh bade meser sayur. Ari pek, bade meser tanah, nya. Aduh, bagaimana, ya, Pak, tanah ini sedang dipanen.

DEVELOPER 1: (MENAKUT-NAKUTI) Bapak jangan takut dijebloskan ke penjara karena mengganggu program pemerintahan. Jangan takut. Yang penting, dukunglah program pemerintah, jangan ada subversif.

PETANI 1: Bagaimana panen saya?

DEVELOPER 1: Pak Developer 2. tolong jelaskan.

DEVELOPER 2: (MAJU MENDEKATI PETANI 1) Begini, Pak Tani. Karena di sini akan dibangun projek pemerintah, secepatnya akan didatangkan aparat keamanan dan mesin-mesin doser. Oleh karena itu, tanah Bapak harus cepat dipanen. Untuk itu, kami beri jangka waktu bagi yang tanahnya dipanen (PETANI 1 BINGUNG, MENGERNYIT)

DEVELOPER 1: Jadi Bapak boleh memanen sampai akhir panen.

PETANI 1: Setelah itu tanah bapak dibagaimanakan?

DEVELOPER 1: Tanah bapak dibebaskan, diganti rugi dengan uang, sebagai ganti rugi diambil pemerintah.

DEVELOPER 2: Jadi jangan takut bapak rugi tanahnya diambil pemerintah. Jangan takut, bapak tidak akan rugi. Untung malah, dibeli pemerintah. (PETANI MANGGUT-MANGGUT)

DEVELOPER 1: Untuk program pemerintah ini, semua warga Cihideung, Parongpong, Ciwaruga, Ciumbuleuit, Cimacan, Cicarita, Puncrut harus eh maksudku TELAH mendukung. Sebab ini untuk kepentngan rakyat banyak. Kita tidak boleh, mengutamakan kepentingan pribadi. (PETANI TERTEGUN-TEGUN)

DEVELOPER 2: Maka dari itu sedari sekarang diingatkan, nanti harus buru-buru dipanen, sebab akan datang orang-orang Pemda kotamadya. Dan bukan kami yang sendirian. (PETANI GARUK-GARUK KEPALA)

DEVELOPER 1: Rupanya demikian. Sudah sore. Kami mau permisi dulu. Sampaikan salam dari Pak Penguasa Provinsi untuk rakyat di sini. Dan salam untuk Pak Lurah, Pak Camat, Pak Bupati. Beliau mencintai kalian. (MELIRIK KEPADA DEVELOPER 2)

DEVELOPER 1 DAN DEVELOPER 2: Kami permisi dulu.

PETANI 1: (TERPAKSA MEMPERSILAKAN) Oh, mangga … mangga ….


BABAK 3

RAKYAT DIKUMPULKAN. PENGARAHAN DARI DEVELOPER. DEVELOPER MENERIMA ORANG-ORANG.


DEVELOPER 2: (MENGACUNGKAN PRESENSI) Hm, bapak-bapak yang belum menandatangani daftar hadir silakan tanda tangan dulu di sini. Ini untuk mengambil konsumsi. Yang tidak bisa tanda tangan, pakai cap jempol. (ORANG-ORANG MENGERUMUNI, RAMAI MENANDATANGANI) Silakan berbaris, jangan tergesa-gesa. (PRESENSI SELESAI) Ada yang belum presensi? Tidak ada, baiklah kita mulai acara ini. (KEPADA DEVELOPER 2) Silakan.

DEVELOPER 1: Bapa-bapa sekalian, assalamualaikum wr.wb. Maksud bapa-bapa sekalian berkumpul di sini adalah untuk menerima pengarahan dari Bapa Penguasa Provinsi. Diambil persetujuan untuk pemerintah.

Langsung saja ke pokok persoalan. Tanah di sini akan dibangun oleh pemerintah untuk kemakmuran rakyat. Di sini akaan dibangun sekolah, rumah sakit, tempat hiburan, perguruan tinggi, … dan lain-lain sehingga nanti penduduk di sini bisa memanfaatkannya, ya. Bukankah demikian, masa orang-orang yang jauh mempergunakannya sedang orang dekat sendiri tidak, tidak mungkin, ‘kan? Oleh sebab itu marilah kita dukung program pemerintah. Dan yang pertama kali adalah pembelian tanah setelah panen. Perlu diketahui oleh Bapak-bapak bahwasanya tidak benar ami akan membeli taah sembarangan. Kami akan membeli tanah setelah dipanen, ya. Jadi jangan percaya bahwa kami akan menghancurkan panen Bapak-bapak. Tentu saja pemerintah bijaksana.

Untuk tanah yang akan diganti kita sepakat untuk harga tanah sebesar 50 rupiah semeter. Harga ini sudah lumayan daripada harga standar Bahkan di tempat lain, (PONGAH) Pemda mengambil tanah tanpa dipungut bayaran. Demi kepentingan kekaisaran. Untuk rakyat banyak. Sering itu orang-orang berkorban untuk jalan-jalan aspal, untuk tiang listrik, untuk jalan tol, untuk gardu listrik, untuk gardu telepon. Oleh sebab itu bagaimana kalau kita sepakati saja 50 rupiah semeter. Jadi supaya ada tambahan, masukan untuk Bapak-bapak dan Ibu-ibu.

PETANI 2: Kalau membeli tanah jangan terlalu murah begitu dong. Di Kabupaten Subang sja tanah sudah 500 rupiah semeter. Masa di sini Cuma 50.

DEVELOPER 2: Jadi kita sepakati saja sekarang maunya berapa?

DEVELOPER 1: Tunggu, tunggu. Menurut Perda nomor anu tahun anu dari Bapak Penguasa Provinsi, harga tanah adalah 75 rupiah semeter, dan saya kira ini konsisten sekali dengan kesepakatan kita. Juga keadaan kita. Kita tahu kekaisaran kita sedang resesi. Kita bisa untung bahwa kita masih bisa menghargai tanah 75 rupiah seeter.

DEVELOPER 2: Dan menurut Kaisar, kita harus mengencangkan ikat pinggang. Tidak boleh hidup boros, tetapi tabunglah uang di bank.

DEVELOPER 1: Coba bayangkann, anda punya 1000 meter berarti (SALAH HITUNG) dapat 100 ribu. Coba kalau digabung dengan tanah yang lain.

DEVELOPER 2: Jadi kita sepakati harganya sekian semeter.

DEVELOPER 1: Kami mau mengganti mata pencaharian Anda, Bapak-bapak. Bapak-bapak lebih pantas jadi satpam daripada kerja di sawah. Lalu Bapak-bapak bisa membeli kandang-kandang merpati di Gede Bage, Margahayu, Sarijadi, Pindad.

Bukankah surga dalam pikiran kalian adalah istana-istana di Setrasari, Budisari, Ciumbuleuit, Parongpong, tempat kalian bertelekan di atas dipan dengan gelas piala salsabil dan bidadari yang perawan dan pelayan.

DEVELOPER 2: Betul, Saudara-saudara. Pembangunan kita menuju era informasi di posmodernisasi, dari era agrari melewati era industri.

DEVELOPER 1: Sepakat, ya, jadi kalau ada yang menolak, subversif. Mengganggu program pemerintah dan akan dihukum berat.

DEVELOPER 2: Kami beri kemudahan saja. Lebih baik menurut daripada berhadapan dengan ABRI. Kami ini amat toleran. (RAKYAT BERGUMAM. PROTES)

DEVELOPER 1: Jangan berbicara masalah cinta. Sebab akulah yang paling cinta kekaisaran ini. Akulah yang paling Pancasilais. Kalianlah orang-orang tua yang menyebabkan kekaisaran ini begini. Kita mengadopsi teknologi dari luar dengan mengorbankan diri sendiri.

DEVELOPER 2: Susah sih, habis dia pintar. Jadi, mintari.

DEVELOPER 1: Baiklah, tampaknya tidak perlu dilanjutkan lagi. Perlu diketahui bahwasanya peralatan dengan buldoser, traktor akan didatangkan bulan depan. Jadi bagi yang panen, cepat-ceat diselesaikan. Sekali lagi, bagi yang panen, kami ada toleran untuk menangguhkannya. (DEVELOPER 2 MENGACUNGKAN PRESENSI)

DEVELOPER 2: Jadi Bapak-bapak, inilah kisah itu. Inilah Bandung yang mengalir di Bawahnya mangpirang-pirang walungan. Inilah Bandung yang menjadi korban mode era ini. Kita jual negeri kita kepada kekaisaran dengan jaminan tak pasti: masa depan yang hancur. Menangislah kalian untuk kekaisaran ini.

DEVELOPER 1: Dan presensi ini menjadi tanda persetujuan kalian dengan kami. Demikianlah pertemuan ini kita akhiri. Kami mengucapkan beribu terima kasih. Juga pengarahan dari Bapak Lurah, ehm, sebenarnya kami harapkan. Dan saya rasa Pak Lurah sudah berkoordinasi dengan Pak Camat, Pak Penguasa Provinsi dan Pak Walikotamadya. Sekali lagi terima kasih atas kehadirannya. Sekarang dipersilakan semuanya kembali ke rumah masing-masing sebab hari sudah malam Tidak baik bergunjing malam-malam. Kecuali untuk Pak Lurah dan sementara aparat desa, ada perjamuan sedikit dari kami.


RAKYAT BERHAMBURAN. RAKYAT MENGGERUTU. MEMENUHI PANGGUNG. EXIT. SETELAH SEPI, DEVELOPER 2 MEMBERI ABA-ABA SAMBIL MENGACUNGKAN GEAS, “AYO MINUM.” MAKA BERDENCINGAN GELAS. BERSULANG. LALU MASING-MASING MENGHABISKAN ISI GELASNYA.


BABAK 4

ORANG-ORANG DEVELOPER. DEVELOPER 1 MEMBAWA MAP.


DEVELOPER 1: Guoblok. Kamu seperti calo tanah kemarin sore saja. Menghadapi petani anak desa saja kamu tidak becus. Coba kamu bujuk salah seorang yang mau menjual sawahnya.

DEVELOPER 2: Ada satu yang mau menjual tanahnya.

DEVELOPER 1: Nha, bagus. Satu kita beli, sisanya satu per satu kita tipu. Sebarkan gosip pemerintah mau membeli tanah ini untuk membangun jalan. Barang siapa menolak, subversif. Diancam hukuman berat.

DEVELOPER 2: Kalau begitu kiita merampas hak milik mereka, Pak.

DEVELOPER 1: Goblok, lu! Buat mereka mau menjual tanahnya dengan isyu apa pun.

DEVELOPER 2: Bagaimana kalau mereka memberontak ke DPR.

DEVELOPER 1: Ah, kau banyak omong. Lekas kerjakan sebelum plan B dijalanan. Sekarang kita akan menemui orang Pemda. Kita harus berbicara yang baik-baik.


ORANG DEVELOPER MASUK KE RUANGAN KOMISI. WAJAHNYA REDUP DAN TAKUT DIPERGOKI ORANG.

DEVELOPER 1: Asalamu’alaikum.

PEMDA: Waalaikum salam. Eh, ada Bapak-bapak developer. Silakan masuk.

(DUDUK. ASIDE. DEVELOPER MEMBUNGKUK, BERBISIK)

DEVELOPER 1: Bagaimana perizinan pembangunan di Bandung Utara?

PEMDA: Wah, tidak bisa. Itu lahan produktif.

DEVELOPER 1: Universitas (SEBUT SAJA UPI) juga menempatkan dirinya di lahan produktif.

PEMDA: Universitas boleh, tetapi developer tidak. Sebab kami mengampuni kesalahan di masa lalu yang terlanjur. Tetapi tidak di masa mendatang.

DEVELOPER 1: Baiklah jika Bapak bersedia menguruskan, kami menunggu. Dan ini ada titipan dari kami apabila Bapak bersedia.

PEMDA: Apa isi amplop ini?

DEVELOPER 1: Ada banyak alternatif. Bapak boleh memiih, memberi tanda silang pada mobil, perabot, barang elektronik atau pun vila di atas bukit.

PEMDA: Tinggalkanlah amplop ini di sini. Saya akan berusaha sebaik mungkin. Tetapi keputusannya terserah yang di atas. Pokoknya kalau ada katabeece dari yang di atas pasti beres.

DEVELOPER 1: Oke. Kita-kita permisi dulu. Bonus berikutnya akan mengalir bila izin sudah ditandatangani. Permisiiii….

PEMDA: Sssst…. Jangan bonus-bonus, jual saja barang-barangmu dengan harga rendah kepada kami. Kami bersedia membeli barang-barangmu dengan harga rendah. Tidak ada bonus. Yang ada jual beli. Mengerti?

DEVELOPER 1: Ya, Pak. Saya mengerti.

PEMDA: Begitulah.

DEVELOPER 1: Jika demikian saya permisiiii….

PEMDA: (MENGANGGUK) Silakan.


BABAK 5

ADEGAN KESEDIHAN PETANI. SEPENINGGAL DUA UTUSAN, DI BAWAH INI ADA DIALOG-DIALOG YANG MENGGAMBARKAN KESEDIHAN-KESEDIHAN PETANI-PETANI. SUASANA DINGIN DAN SEDIH. PETANI MEMAKAI SARUNG LUSUH DAN TELANJANG KAKI.

PETANI 1: Kakang petani, bagaimana ini, sawah kita mau dijual kepada Pemda kekaisaran. Bagaimana kerja kita?

PETANI 2: Entahlah, Rayi. Kakang juga bingung. Sesungguhnya kakang setuju akan adanya pembangunan ruah sakit, sekolah, perguruan tinggi, supermarket, bioskop. Tetapi yang kakang heran, tidak sejengkal pun tanah yang disisakan buat penduduk. Seharusnya pembangunan itu menyisakan pekerjaan dan lahan kemakmuran buat kita.

PETANI 1: Kita mau mengungsi ke mana, Kakang?

PETANI 2: Entahlah, mungin ada yang hendak tetap tinggal di sini. Tetapi entah apa mata pencaharian mereka jika kerjanya digusur. Seharusnya pembangunan itu menyisakan pekerjaan dan lahan kemakmuran buat kita.

PETANI 1: Mungkin mereka menjadi satpam, menjaga rumah orang yang kaya. Mungkin mereka akan menjadi supir angkot, ojeg, atau yang lainnya. Apakah ada pekerjaan itu yang kita sukai, Kakang?

PETANI 2: Maukah Rayi bekerja begitu?

PETANI 1: Bagiku, bekerja apa pun asal halal, aku mau. Sebab, menjadi petani pun orang sudah menganggap rendah. Meski ada jurusan pertanian di perguruan tinggi (SEBUT NAMA UNIVESITAS LOKAL), keluar mereka enggan mencium bau tanah. Keluar belajar di jurusan pertanian mereka menjadi mantri. Yang mencangkulnya tetap saja bapak tani lagi, bapak tani lagi. Apa bedanya rendah petani dengan rendah pekerjaan lain?

PETANI 2: Kau tak inginkah menjadi tukang insinyur seperti di televisi (SI DOEL ANAK SEKOLAHAN)? Lalu tinggal di gedung perkantoran, terima order dan ditemani sekretaris seksi.

PETANI 1: Ah, Kakang ada-ada saja. Jadi manajer itu bagiannya orang lulusan akademi. Aku tidak bisa membayangkan luusan akademi bekerja seadanya seperti kita: menggembala domba, mengolah sawah; sekalipun mereka lulusan jurusan tanah, pertanian, atau peternakan.

PETANI 2: Jadi, tidak terbayang, ya, oleh kita.

PETANI 1: Bagaimana reaksi orang-orang RW 12 tentang penggusuran ini?

PETANI 2: Tampaknya mereka akan pindah ke Subang atau kabupaten lain seperti Majalengka, Kuningan, Sukabumi, Tasikmalaya, Cianjur, Indramayu, Kuningan. Entah, bagaimana bisa, mereka pindah ke tempat baru seperti itu.

PETANI 1: Akankah mereka betah di kampung yang baru?

PETANI 2: Entahlah, Rayi. Orang-orang kita bukanlah perantau seperti orang lain. Bongkok ngaronyok, najan dahar jeung sambel, asal kumpul salelembur.

PETANI 1: Lalu bagaimana dengan putusan Penguasa Provinsi yang mengatur tanah ini? Bukankah tanah ini untuk penampungan air tanah di kotamadya raya?

PETANI 2: Kita harus menolaknya. Bukan menolak perintah Penguasa Provinsi, tetapi kita meminta kenaikan harga sesuai dengan harga tanah. Jangan sampai dia mencaplok tanah kita dengan harga sepiring ikan asin.

PETANI 1: Kalau begitu, Kakang, mari kita hubungi teman-teman yang lain.


BABAK 6

PADA SUATU GUBUK YANG REOT. TIBUM-TIBUM BERTERIAK-TERIAK.


DEVELOPER 1: Bongkar! Bongkar!

DEVELOPER 2: Hai, yang punya rumah. Cepat keluar sebelum kami bongkar. Kami hitung, satu… dua… tiga….

DEVELOPER 1: Cepat bongkar! Hayo cepat keluar!

PETANI 0: Nanti dulu, ini ada apa. Datang-datang membuat keributan. Apa kamu tidak tahu kamu mengganggu orang lain? Celaka kamu karena berbuat keonaran. Kamu sekalian tidak sopan.

DEVELOPER 1: Coba perlihatkan IMB!

PETANI 0: IMB apa? Izin mendirikan bangunan? Kami sudah mempunyai rumah ini sebelum kekaisaran ini lahir 17 Agustus 1945. Kami sudah mempunyai sawah sebelum sertifikat lahir.

DEVELOPER 1: Kenapa kamu tidak membuat sertifikatnya? Berarti tanah yang kamu punya juga hasil merampok dari orang lain, dari negara. Kamu membuka hutan sewenang-wenang. Minggat kamu dari sini! (ORANG-ORANG MENYERBU MEMBONGKAR)

PETANI 0: Kami mau pergi ke mana, Tuan? Ini rumah kami.

DEVELOPER 1: Coba kamu tanyakan kepada orang lain. Beli kandang merpati di sini, di kotamadya selatan yang setiap tahun kebanjiran atau yang dua puluh lima lente air bor.

DEVELOPER 2: Pokoknya minggat! Tanah ini mau diratakan buat developer. Kalau kamu punya sertifikat, kami tukar dengan uang. Kalau tidak, kami gusur.

PETANI 0: Tuan, ganti saja dengan uang seadanya!

DEVELOPER 1: (TIDAK PERDULI) Kita mulai bekerja. Kawan-kawan, bongkar!


DATANG PETANI LAIN BEROMBONGAN.

PETANI 2: Bagus, ya, pekerjaanmu. Membongkar paksa demi kepentinganmu. Sekarang tinggalkan desa kami dan jangan mencoba membeli tanah kami.

DEVELOPER 1: Apa? Kau yang mau menunjukkan sertifikat?

PETANI 2: Kami mau menunjukkan bahaw kami hidup di sini, dengan tetangga kami, dengan tanah-sawah-kebun-air-sungai kami. Kalau kau berani menginjak-injak, mengusir salah seorang dari kami, kamu akan menghadapi penduduk desa seluruhnya. Kamu akan menghadapi kaum mukminin SELURUHNYA.

DEVELOPER 1: Baiklah tak usah ribut. Kami ganti rugi tanah kalian.

PETANI 2: Sudah dibilang tidak akan dijual.

DEVELOPER 1: Kalau begitu kami paksa.


PETANI 1: Enak saja kau. Tanah ini tidak akan dijual.

PETANI 2: Main paksa saja kau. Memang kau pemerintah?

DEVELOPER 2: Aku bahkan lebih berkuasa daripada Tuhan. Kau tinggal sebutkan harga tanah kotamadya utara, seribu, sejuta, semilyar, ayo sebutkan.

PETANI 1: Kamu mau membeli harga diri kami segitu?

PETANI 2: Kalau kamu mau kami kencingi, kami akan berikan tanah kami gratis.

DEVELOPER 2: Pastikan kamu tidak salah omong, bajingan.

PETANI 1: Kamu tidak mengerti, ya. Coba nih rasakan (MEMUKUL, KENA)

DEVELOPER 2 MENYAPU-NYAPU PIPINYA LALU EXIT DENGAN KETAKUTAN.

PETANI 2: Huh, baru mengerti kalau sudah dapat bogem.

PETANI 1: Mari kita lanjutkan perjalanan kita.


MEREKA BERJAAN KE SISI LAIN PANGGUNG. MASUK HUTAN. MELIHAT-LIHAT. SUARA BURUNG-BURUNG BERKICAU DAN MENYERAMKAN. TIBA-TIBA ADA HARDIKAN SEEKOR RAKSASA DARI SISI LAIN PANGGUNG.


JAGAWANA: Hey, siapa kalian? Tidak tahukah kalian bahwa ke hutan ini dilarang masuk.

PETANI 1: Apa? Siapa yang mempunyai hutan ini?

JAGAWANA: Kalian dilarang masuk hutan ini. Berbahaya.

PETANI 1: Kami bukan akan melakukan itu.

JAGAWANA: Lalu mau apa kalian masuk hutan ini?

PETANI 1: Kami masuk hutan ini ada urusan.

JAGAWANA: Kalau kau tidak ada urusan dengan hutan ini, keluar dari hutan ini segera. Sebab hutan ini aku yang bertanggung jawab. Aku pemilik hutan ini, ha.

Pokoknya ke hutan ini dilarang masuk. Dilarang berburu. Dilarang mencari kayu. Dilarang menebang kayu.

PETANI 1: Kamu bukan orang sini, melainkan kamilah orang sini. Tetapi kamu melarang kami masuk hutan kami sendiri.

JAGAWANA: Sekarang jawab pertanyaanku. Kau mau apa masuk hutan ini?

PETANI 1: Jika Pemda ingin tahu, kami akan membuka hutan ini untuk kami jadikan lahan pertanian. Sebagai ganti tanah kami yang digusur developer.

JAGAWANA: Kamu punya tanah di mana?

PETANI 1: Di desa sana: Cicarita, Cihideung, Parongpong, Sukawana, Puncrut, Ciumbuleuit, Ujung Berung, Sarijadi, Ciwaruga. Kami adalah orang-orang sana. Kemudian developer merebut tempat tinggal kami, developer merebut pencaharian kami.

JAGAWANA: Kami tidak ada urusan dengan developer. Pokoknya hutan ini dilarang masuk. Dilarang berburu. Dilarang mencari kayu. Dilarang menebang kayu.

Ini hutan lindung. Tanah serapan untuk kotamadya selatan. Lihat, Bogor dan Jakarta banjir karena puncaknya dibangun vila-vila.

PETANI 1: Kalau benar kamu penjaga hutan, coba tunjukkan surat izinmu.

JAGAWANA: Apa? Maksudmu surat kerja, SK? Ini apa pakaian yang kupakai. Ini pakaian jagawana, tahu. Pakaian penjaga hutan. Ini lambang jagawana.

PETANI 1: Kau kira, kami bisa kau tipu. Mana surat tugasmu jika kau memang jagawana.

JAGAWANA: Suratku ada di rumah. Tetapi kalau kau memaksa masuk, terpaksa aku bertindak keras.

PETANI 2: Kang, apakah dia ini sebangsa buta?

PETANI 1: Minggir, Rayi. Kakang yang akan membereskan.

PETANI 2: Sugan teh buta tukang begal urang tea.

PETANI 1: Mungkin demikianlah. Sama saja. (KEPADA JAGAWANA) Berani kau kepada kami banyakan?

JAGAWANA: Awas!


JAGAWANA MENYERANG. TETAPI SINGKAT SEKALI JAGAWANA TERSUNGKUR. JAGAWANA BERTERIAK-TERIAK MELARANG MASUK. “AWAS ADA JIN. AWAS BAHAYA. JANGAN MASUK HUTAN.” JAGAWANA DITINGGAL ORANG-ORANG. PETANI-PETANI EXIT.

ORANG-ORANG DEVELOPER MASUK. MELIHAT JAGAWANA BERTERIAK-TERIAK MINTA TOLONG, DEVELOPER-DEVELOPER KAGET DAN MENDEKATI.


DEVELOPER 1: Waduh, siapa kau. Kenapa sampai celaka begini?

JAGAWANA: Aku jagawana. Aku penjaga hutan ini. Kalian siapa, kenapa masuk hutan ini?

DEVELOPER 1 AGAK KAGET. MUNDUR. BERBISIK KEPADA DEVELOPER LAIN. LALU KETAWA. LALU MENDEKATI SI JAGAWANA YANG MENGGELIAT-GELIAT BANGKIT.

DEVELOPER 1: Oh, kau penjaga hutan. Aku developer, eh, maksudku aku orang Pemda. Hendak memeriksa kawasan hutan ini.

JAGAWANA: Memang kawasan ini telah dirambah orang-orang. Ada mahasiswa kemping, ada peneliti flora-fauna.

DEVELOPER 1: Maksud orang Pemda kemari adalah untuk membuka hutan ini. Hutan ini akan dibangun menjadi kota gemilang yang megah.

JAGAWANA: Apa? Pemda mencanangkan hal itu?

DEVELOPER 1: Betul. Dan untuk Bapak, ada persekot dari Pemda untuk melancarkan tugas kami. Ini. (MEMBERIKAN AMPLOP)

JAGAWANA: Jadi Bapak mau apa?

DEVELOPER 1: Kami tidak ingin diganggu dalam penelitian ini. Sebaliknya kami ingin kau bantu, agar Pemda lekas rampung. Tentu saja, bantuanmu tidak sia-sia percuma. Kamu dikasih persekot seperti itu. Dan seperti itu juga nanti persekotnya.

JAGAWANA: Kalau semua turunnya dari pemerintah daerah, aku akan turut dengan taklid.

DEVELOPER 1: Sekarang terimalah persekot ini. Dan jika kau kuat untuk tidak pulang, temani kami merambah kawasan ini.

JAGAWANA: Tidak saya tidak luka. Saya akan antar dan akan saya bantu semua pekerjaan Tuan.

DEVELOPER 1: Bagus. Sekarang berdirilah. (BERSERU KEPADA ROMBONGAN DEVELOPER) Ayo kita berangkat! (SEMUA EXIT)


BABAK 7

ADEGAN DEVELOPER 1 DENGAN DEVELOPER 2 MAU MAIN GOLF.

DEVELOPER 1: Ehm, Pak Asisten, di mana lapangan golf terbaik yang gres di kotamadya?

DEVELOPER 2: Anu, Pak, di kotamadya ada, di setiap gunung yang dibangun developer harus ada.

DEVELOPER 1: Sebagaimana bagus lapangan Puncrut itu?

DEVELOPER 2: Wah, bagus, Tuan. Tanahnya dataran tinggi di kawasan kotamadya. Sejuk.

DEVELOPER 1: Sejak tahun berapa pemerintah mendirikan Puncrut? Sejak tahun berapa Puncrut menjadi lapangan golf?

DEVELOPER 2: Sejak tahun 1996. Oh, mengherankan sekali. Seperti simsalabim. Orang-orang tercengang. Bulan kemarin belum ada, sekarang sudah disulap jadi lapangan golf.

DEVELOPER 1: Begitu?

DEVELOPER 2: Memang begitu, Tuan. Bahkan tanah-tanahnya pun sudah –simsalabim— digusur. Di margahayu, Gede Bage, Cibiru, Kopo, Bale Endah, Parongpong, Cihideung, Sukawana, Cisarua, Cicarita, Ciumbuleuit. Semuanya disulap menjadi perumahan mewah: Setrasari, Budisari, Sarijadi.

DEVELOPER 1: Cukup, cukup. Mari kita ke lapangan golf Puncrut.


KEDUANYA BERJALAN KE SISI PANGGUNG YANG LAIN. DEVELOPER 2 JADI CADY. DEVELOPER 1 MENGAYUNKAN STIK GOLF SATU KALI DAN MENUDUNGI MATANYA, MELIHAT JATUHNYA BOLA.

DEVELOPER 1: Pak Asisten, bagaimana kabarnya pengalihan tanah di Parongpong. Sukses?

DEVELOPER 2: Sukses, Tuan. Hanya saja ada perlawanan penduduk. Mereka protes tanahnya dibeli paksa dengan harga murah.

DEVELOPER 1: Sssst. Jangan keras-keras, banyak penonton. (MENGULANG) Ada perlawanan fisik?

DEVELOPER 2: Eh, tidak ada, Tuan. (BOHONG)

DEVELOPER 1: Bagaimana pendekatan kita kepada aparat desa: lurah, camat Parongpong. Mestinya mereka kita dekati sampai ke RW, RT, bahkan kalau perlu ibu PKK dan tokoh masyarakat harus mendukung kita.

DEVELOPER 2: Ah, belum, Tuan.

DEVELOPER 1: Kalau begitu, lakukanlah. (LALU DEVELOPER 1 EXIT. TINGGAL DEVELOPER 2).


DEVELOPER 2 TERCENUNG. LALU EXIT, MENYIMPAN KANTONG STIK. PAK RT, RW, PAK LURAH, PAK CAMAT, IBU-IBU PKK DAN DHARMA WANITA,, TOKOH-TOKOH MASYARAKAT MASUK. LALU DEVELOPER 2 MASU LAGI. DEVELOPER 2 MENGENDAP-ENDAP, MELIHAT KIRI-KANAN, TAKUT DIKETAHUI ORANG, SEPERTI PENCURI, LALU MENEMUI PAK CAMAT.


DEVELOPER 2: Ehm, assalamu’alaikum. Ah, Pak Camat, Pak RW 1 sampai RW 15, Pak RT dari seluruh RW, ibu-ibu PKK dan Dharma Wanita, bapak-bapak tokoh masyarakat; kedatangan saya kemari mau berbicara mengenai tanah (SOK. TANPA DIPERSILAKAN, MENDEKATI PAK CAMAT DENGAN AKRAB) Begini, Pak Camat, ada referensi dari Pak Penguasa Provinsi untuk izin mendirikan bangunan. Dan di sini, ini ada panjer dari Pak Developer. Dalam amplop ini ada uang, kunci mobi mewah, sebuah vila di atas bukit, peternaan, komputer genggam, nah, Pak Camat tinggal memilih. (PAK CAMAT TERCENUNG) Terima kasih, Pak, atas pengertian Bapak.

Kemudian dari itu, asal Bapak tahu saja bahwasanya seluruh kekaisaran telah dikontak. Kami telah mengontak RT, RW, lurah, camat, dengan amplop ini. Harap Bapak-bapak makum.


KEMUDIAN DEVELOPER MENDEKATI BAPAK-BAPAK YANG BERJAJAR DAN SATU PER SATU DIBERI AMPLOP SAMBIL BERKATA, “NAH INI UNTUK PAK CAMAT, PAK RW 1 SAMPAI RW 15, PAK RT DARI SELURUH RW, IBU-IBU PKK DAN DHARMA WANITA, BAPAK-BAPAK TOKOH MASYARAKAT.” SETELAH ITU BERPIDATO DI HADAPAN BAPAK-BAPAK ITU.


DEVELOPER 2: Barangsiapa mmenerima amplop ini, dengan tidak langsung ia telah membantu pemerintah mewujudkan cita-citanya dan melancarkan usahanya. Dan barangsiapa menolak maka kesalahannya akan ditanggungnya sendiri.

Hanya ini pesan dari kami. Mudah-mudahan ada kepahaman di antara kita.

Terima kasih, Pak, atas pengertian Bapak-bapak. Saya permisi dulu.

Dan tidak sekarang saja, jika saja proyek ni telah berjalan, selama itu Bapak-bapak akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan, fasilitas yang diberikan kami kepada Bapak-bapak sebagai tanda terima kasih kami keada timbal balik Bapak.


BABAK 8

ADEGAN RUAT

PETANI 2: (JADI NARATOR, BERKATA KEPADA PENONTON) Audzubillahiinasy syaitonirrojim. Bismillahiramanirahim. Assalamu’alaikum wr.wb.

Saudara-saudara, sebelum kita lanjutkan acara ini, ada permintaan dari panitia, untuk mengadakan doa ngaruat. Telah hadir di sini kawan kita yang tanahnya digusur di Cihideung, Parongpong, Sarijadi, Setrasari, Ciumbuleuit, Ciwaruga, Cicarita, Margahayu, Tegal Lega, Kopo, mereka tidak hendak mengubah sistem ini, tetapi sistem inilah yang mengubah mereka. Tanpa ada rasa kasihan. Mereka terpaksa ngaruat kalaamer, membuka hutan baru untuk dijadikan rumah dan sawah. Untuk itu diadakan upacara ngaruat. Teman-teman yang ingin ikut hadiah ngaruat silakan maju.

(DOA-DOA RUAT DAN SOLAWAT)

Terima kasih kepada semuanya, yang telah mengikuti upacara ruat ini. Mudah-mudahan ada berkah-Nya untuk semuanya, yaitu keselamatan dari Allah swt dari syariat upacara ini. Terima kasih kepada yang telah mengikuti upacara ruat. Silakan kembali ke tempat masing-masing, silakan kembali. Dan sekarang mari kita lanjutkan acara berikutnya.


MUSIK MENINGGI. MUSIM PANEN. TARIAN-TARIAN KEMENANGAN SEPERTI TARIAN 50 TAHUN INDONESIA EMAS. BUNGA-BUNGA DITABURKAN GADIS-GADIS DESA, PEMUDA MENARI-NARI, ORANG-ORANG TUA TERTAWA –TERGIUR INGIN MENARAI SEPERTI PEMUDA. GADIS-GADIS MERAYU PEMUDA MENIKAH. ANAK-ANAK DESA MELAMAR GADISNYA. ORANG-ORANG TUA YANG BERJANJI MENIKAHKAN ANAKNYA SEGERA MENEPATI JANJI ITU WAKTU ITU.

BERBEDA DENGAN LAGU KEMARAU, TIDAK ADA LAGI PENGEMIS DI PINGGIR JALAN. TIDAK ADA LAGI PENGANGGURAN. TIDAK ADA LAGI URBAN KE KOTA. TIDAK ADA LAGI PERTENGKARAN SUAMI ISTRI KARENA MASALAH BERAS.

PADA TARIAN PANEN, PEREMPUAN-PEREMPUAN MENGGUNAKAN IKAT KEPALA SUTRA KUNING.

TERDENGAR GELAK TAWA ORANG-ORANG TUA DI SET BELAKANG SAMBIL MINUM KOPI DENGAN TENTRAM DI AMBEN DEPAN RUMAH MEREKA PADA SORE HARI YANG HANGAT. ADA PEMBESAR-PEMBESAR DI SET ITU. SETELAH TARIAN PERTAMA, PARA PENARI KELUAR.


TARIAN KEDUA MUNCUL. TARIAN INDONESIA EMAS. WARNA KUNING BERTABURAN DI UDARA. BENDERA-BENDERA DIAYUNKAN BERPUTAR-PUTAR DI ATAS ARENA. ORANG-ORANG SALTO DAN ORANG TUA MENANGIS HARU.


TAMAT

Revisi terakhir 10 April 2005