Pernikahan Nawang dan Jaka, drama Prana Dwija Iswara 5/5

Pernikahan Nawang dan Jaka

Naskah Drama, 20220124 (c) Prana Dwija Iswara


Tokoh

1. Raja kayangan

2. Nawang

3. Jaka

4. Bidadari 1--6


Babak I, Set Kayangan

RAJA MASUK, LALU DUDUK DI SINGGASANA. TUJUH BIDADARI MASUK, MENARI DI DEPAN PENONTON. LALU BERJAJAR DI SIDANG RAJA. MUSIK BERHENTI.

Raja: Bagaimana keadaan kayangan ini, para bidadari, anak-anaku, aman? Bagaimana kesejahteraan penduduknya? Apakah pendapatan per kapita masyarakat kayangan ini cukup tinggi untuk belanja? Apakah barang tambang di kayangan ini bisa dikeluarkan dari perut bumi? Apakah barang tambang itu tidak lagi diekspor dalam keadaan mentah melainkan barang jadi atau setengah jadi? Ini penting untuk membuka lapangan kerja masyarakat kayangan.

(JALAN BERKELILING) Apakah barang-barang ada di pasaran? Apakah masyarakat mampu berbelanja? Apakah masyarakat bisa belajar gratis dengan tenang sampai jadi sarjana? Apakah internet untuk pendidikan sampai ke desa-desa dan sekolah-sekolah dasar? Apakah masyarakat mudah bekerja dan mudah menciptakan lapangan pekerjaan? Apakah kalau warga sakit, rumah sakit merawatnya dengan biaya jaminan asuransi BPJS?

Apakah masyarakat kita bisa menerima perbedaan orientasi politik? Apakah jika ada dua calon raja, masyarakat bisa memilih salah satunya tanpa membenci pemilih yang berbeda?

Apakah masyarakat juga bisa beragama dengan tenang? Sementara Nabi saw sudah lama wafat dan Imam Mahdi belum muncul, apakah masyarakat bisa menerima perbedaan beragama dan bermazhab?

Syukur jika demikian.

B1: Ayah, izinkan kami main-main ke dunia, di dunia ada sungai dan danau yang jernih airnya.

Raja: Apakah kalian bosan dengan keadaan di kayangan? Apakah kayangan sudah berkurang keindahannya? Apakah di kayangan banyak warga membuang sampah ke sungai yang menyebabkan kalian tidak lagi bisa mandi di dalamnya?

B1: Keadaan di kayangan sedikit membuat kami bosan ayah. Meski kayangan ini luasnya seperti langit dan bumi, namun inginlah kiranya kami mencoba main ke luar negeri atau ke luar kayangan.

Raja: Keadaan kayangan ini tak kurang keindahannya. Banyak air terjun, sungai, danau yang aman dari manusia dan serigala. Mengapa kalian malah mau main ke dunia? Bukankah kalian juga melihat manusia melempar sampah plastik ke sungai yang mengakibatkan sungai kotor dan tercemari?

B2: Kami mencari sungai, danau, dan air terjun yang masih alami, Ayah. Kami bisa mencarinya di hutan yang jauh dari pemukiman manusia.

Raja: Kalian tujuh saudara harus berhati-hati. Kau harus jaga adik-adikmu. Hati-hati, kalau kalian jatuh ke dunia nanti kalian jangan sampai terjerumus pada cinta dunia. Kalian bukan manusia yang terikat dengan dunia. Kalian adalah dewa dan dewi keturunan dewa dan dewi yang menjadi pujaan manusia. Di dunia juga banyak kriminal misalnya penculik, perampok, koruptor, penipu, orang bodoh, dan orang-orang licik. Kalian jangan sampai bertemu dengan salah satu darinya. Kadang-kadang bertemu dengan mereka pun bisa mengakibatkan tertular penyakit hati mereka yang busuk.

Tetapi kalau kalian mau main ke luar kayangan, kalian bisa mengunjungi nusantara. Negeri elok yang amat kucinta. Bukan lautan tapi kolam susu. Aki nundutan, nini nyoo susu. Tongkat dan batu jadi tanaman. Jika mau, kalian bisa pergi ke nusantara.

B3: Terima kasih, Ayah.

SEMUA MENYEMBAH DAN ISYARAT MENCIUM TANGAN AYAH. LALU PARA BIDADARI KELUAR. RAJA KELUAR.


Babak 2, Set nusantara

BIDADARI MASUK, MENARI, BERPUTAR DAN MASUK KE AREA PENONTON, BERPENCAR, MENYIMPAN SELENDANGNYA DI PINGGIR DANAU. MEREKA MEMILIH TEMPAT YANG PALING NYAMAN. MEREKA SALING MELEMPAR AIR. BEBERAPA BIDADARI BERPINDAH KE TEMPAT-TEMPAT LAINNYA. TERTAWA DAN GEMBIRA.


JAKA MASUK. MENGENDAP-ENDAP. MENGINTIP YANG SEDANG MANDI.

Jaka: (SOLILOKUI) Kalau aku bisa menikah dengan salah seorang di antara mereka, aku pasti jadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat.


JAKA MENDEKATI TEMPAT SELENDANG. LALU MENGAMBIL SALAH SATU SELENDANG. MEMBAWANYA PERGI KELUAR PANGGUNG.


B1: Adik-adik, hari sudah sore, yuk, kita pulang. Mari kita pulang sebelum pelangi menghilang.

B: (SEMUA) Mari, kakak.

Nawang: Kakak, selendangku mana?

B2: Nawang, kamu kan yang menyimpan selendang di dekatmu. Coba cari di sekitar situ.

Nawang: (MENCARI) Tidak ada, Kak.

B3: Tolong yang lain carikan selendang Nawang. (SEMUA MENCARI SAMPAI KE SUDUT PANGGUNG).

B: (SEMUA) Tidak ada, Kakak.

B5: Kami sudah mencarinya sampai ke mana-mana.

B6: Nawang, mengapa engkau ceroboh menyimpan selendangmu. Mungkin selendangmu terbawa arus sungai.

B1: Nawang, kau harus mencari selendangmu. Kami akan pulang dulu karena hari sudah sore. Kami akan melaporkan keadaanmu kepada Ayah. Nanti kami mencari kamu lagi.

Nawang: Jangan tinggalkan aku, Kakak!

BIDADARI TERBANG PERGI.


NAWANG MENANGIS SENDIRIAN.

Nawang: Oh, nasibku. Mengapa aku tidak bisa menemukan selendangku. Aku tidak bisa terbang pulang jika aku tidak memakai selendangku. Semua kakak-kakakku meninggalkanku. (MENANGIS)


JAKA MENDEKATI NAWANG.

Jaka: Dewi, apa yang terjadi, mengapa kamu menangis?

Nawang: (KAGET) Aku sedang bermain dengan keluargaku ketika aku tak sadar ternyata aku pergi jauh dari mereka. Aku tersesat dan tak tahu jalan kembali.

Jaka: Aku tinggal di sekitar sini. Marilah kita mencari keluargamu dan menunggu keluargamu. Engkau juga bisa beristirahat di rumahku sementara menunggu keluargamu. (JAKA MENGIRINGI NAWANG PERGI MELINTASI PANGGUNG DARI KANAN KE KIRI DAN DARI KIRI KE KANAN. NAWANG MENCARI SELENDANGNYA DI BALIK SEMAK DAN BATU. JAKA OGAH-OGAHAN MENCARI SELENDANG.)

Jaka: Nawang, kita sudah cukup jauh mencari. Hari sudah semakin senja. Beristirahatlah dulu di rumahku.

Nawang: Jaka, aku memang pernah bermimpi menikah dengan seorang pangeran. Ternyata pangeran itu engkau, Jaka. Aku tak mungkin masuk ke rumah orang kecuali rumah itu rumah ayahku, muhrimku, atau orang asing di rumah itu keluar dari rumah yang aku tinggali itu.

Jaka: Aku akan memberikan rumah ini untukmu sementara kau menunggu keluargamu datang mencarimu.

Nawang: Baiklah, Jaka. Aku bersedia menikah denganmu dengan rumah ini sebagai mas kawinnya. Walinya adalah ayahku di langit sana, dan saksinya adalah saudara-saudaraku di langit sana.

Jaka: Aku nikahkan diriku dengan Nawang dengan mas kawin rumah ini dibayar tunai.

KEDUANYA MENGHAMPIRI RUMAH DAN DUDUK DI DEPAN RUMAH. HARI-HARI BERLALU.


Jaka: Aku bahagia. Keindahanmu ternyata bukan hanya di fisik semata. Engkau mempunyai keindahan ruhani yang aku sangat suka menyelaminya. Ternyata aku menikah dengan seorang bidadari. Aku sungguh beruntung menjadi pendampingmu karena engkau pandai dan terpelajar. Engkau bernama nawang karena engkau sangat menarik dilihat dan diterawang bagaikan bulan purnama. Engkau tidak seperti perempuan kampung tak terpelajar yang hanya suka dibangunkan rumah mewah, kendaraan, hobi belanja, dan pamer dengan kawan-kawannya. Engkau pasti mendapat pendidikan yang baik dari ayahmu, gurumu, saudaramu, dan lingkunganmu.

Nawang: Ayahku seorang raja. Ayahku tentu tahu hukum-hukum kebaikan, kebenaran, dan manfaat. Ayahku memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyatnya. Semua itu disebabkan ayahku belajar dari utusan Tuhan semesta alam. Semua pelajaran itu ada dalam agama. Lebih lanjut pelajaran itu juga harus diukur dan diterima oleh akal manusia.

Jaka: Apakah aku juga bisa belajar agama, Nawang.

Nawang: Semua orang wajib belajar agama, Jaka. Namun jangan sampai seperti sebagian orang yang menyelewengkan agama sehingga merasa paling beragama daripada orang lain. Ada orang yang merasa paling baik di dunia. Itu sebenarnya salah satu dosa yang paling besar, Jaka.

Kamu harus mencari guru yang baik untuk beragama.

Jaka: Aku tidak akan lupa nasehatmu bahwa itu perbuatan ujub yaitu merasa paling baik dan kagum pada kebaikan diri sendiri. Orang itu merasa bahwa dirinya cukup baik, paling baik, atau lebih baik daripada orang lain. Sebaliknya seharusnya seseorang itu merasa takut dengan azab Tuhan meski melakukan dosa yang dianggap kecil. Orang juga harus merasa bahwa kebaikannya tidak pantas dibalas pahala surga yang besar karena melihat perbuatan hebat orang-orang lain. Engkau juga pernah mengatakan bahwa kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Tuhan. Engkau tahu bahwa berharap akan ampunan Tuhan adalah amalan yang paling baik dilakukan manusia.


Babak 3, set rumah Nawang

NAWANG MEMPUNYAI BAYI. NAWANG MASUK MENIMANG BAYI DAN MELETAKKANNYA DI ATAS DIPAN.

Jaka: Kita sudah punya anak, Nawang.

Nawang: Puji syukur kepada Tuhan. Atas karunia Tuhan, kita sudah mempunyai anak yang cantik jelita.

Jaka: Siapa nama yang bagus untuknya, Nawang? Namai dia Nawangsih karena ketika aku melihat dan menerawang timbul rasa kasih dan cinta kepadamu.

Nawang: Nama yang bagus. Namanya Nawangsih.

Jaka: Kelak anak ini akan menikah dengan Bondan Kejawen dan melahirkan dari Yai Ageng Wanasaba, Yai Ageng Getas Pandawa, dan Dewi Rara Kasihan. Dari Yai Ageng Getas Pandawa, lahir Yai Ageng Sela, dan berputra Yai Ageng Enis, dan berputra Yai Ageng Pamanahan, dan berputra Panembahan Senapati, Raja Mataram.


Nawang: Jaka, aku sedang memasak dan menanak nasi. tolong jangan engkau buka tutup masakan sampai aku menghidangkannya untukmu. Aku mau mengambil kayu, lauk, sayuran, dan sedikit bumbu di ladang.

Jaka: Baik. (NAWANG PERGI.)

Jaka: (SOLILOKUI) Sedang masak apa, istriku. Aku penasaran. Aku juga lapar. Namun aku diamanati agar tidak membuka tutup masakan. (JAKA MEMBUKA TUTUP MASAKAN DAN TERKEJUT DENGAN MASAKAN NAWANG). Oh, hanya ini yang ia masak, namun masakannya bisa lengkap dan lezat. Pasti istriku punya ilmu dan kesaktian sehingga bisa menyajikan makanan yang lengkap dan lezat. (JAKA KEMBALI DUDUK DAN PURA-PURA TIDAK MELAKUKAN APA-APA. NAWANG WULAN KEMBALI. NAWANG WULAN MEMBACA BISMILAH DAN MEBUKA MASAKAN. IA TERKEJUT KARENA MASAKANNYA BELUM MATANG).

Nawang: Jaka, apa yang terjadi? Apakah engkau melanggar amanatku?

Jaka: Melanggar apa?

Nawang: Aku memintamu tidak membuka tutup masakan. Kau melanggarnya dan akibatnya masakan tidak matang. Kini engkau harus bekerja menumbuk padi menjadi beras agar bisa aku masak.

Jaka: Maafkan aku, Nawang. Baiklah, aku akan menumbuk padi menjadi beras untuk bisa kaumasak. (BERDIRI)

Nawang: Tidak, Jaka. Biar aku yang menumbuk padi. Tolong siapkan saja lesung dan alunya. Aku akan mengambil padi untuk ditumbuk. (NAWANG PERGI, KE SUDUT LAIN RUMAH YAITU LUMBUNG PADI. JAKA MENYIAPKAN LESUNG DAN ALU. NAWANG KAGET MENEMUKAN SELENDANGNYA DI TUMPUKAN PADI. NAWANG MEMBAWANYA KE HADAPAN JAKA. JAKA KAGET DAN MEMPERHATIKAN SELENDANG YANG DIBAWA NAWANG.)

Nawang: Jaka, apa ini?

Jaka: Itu milikmu, Nawang. (TUNDUK)

Nawang: Jadi engkau sengaja mencuri selendangku agar aku tidak bisa pulang ke kayangan?

Jaka: Benar, Nawang. Aku benar melakukannya karena aku mencintaimu.

Nawang: Jaka, aku harus kembali ke kayangan. Kau sendiri bersalah sudah mencuri dan kau pantas mendapat hukuman. Sementara engkau mencuri, engkau juga sudah menampung dan melindungiku. Sudah lama aku tidak melihat ayah dan ibuku. Kakak-kakakku tentu juga mencariku. Mungkin aku akan sesekali kembali untuk menengokmu dan anakku.

Jaka: Aku terima aku bersalah telah mencuri. Namun, kau tak boleh meninggalkan anak kita, Nawang.

Nawang: Maafkan aku, Jaka. Aku harus pergi. Aku tahu engkau paham maksud dari tidak berputus asa dari rahmat Tuhan. (PERLAHAN NAWANG MEMAKAI SELENDANGNYA DAN TERBANG KE LANGIT. JAKA TERMANGU BERSAMA BAYI MEREKA.) Selamat tinggal.


NAWANG MENGITARI PANGGUNG DAN TERBANG KELUAR. JAKA MENGEJAR SAMPAI KELUAR PANGGUNG.

PARA BIDADARI MASUK DENGAN TARIAN PENYAMBUTAN NAWANG WULAN DI KAYANGAN. NAWANG WULAN MENYEMBAH RAJA. MENCIUM TANGAN DAN PIPI KAKAKNYA, BERPELUKAN. TARIAN SELESAI. SEMUA KELUAR.

JAKA DAN PUTRINYA MASUK PANGGUNG. DI SUATU MALAM DI BULAN PURNAMA NAWANG MENENGOK JAKA DAN ANAKNYA DARI JARAK JAUH, MELIHAT KEDUANYA SELAMAT. LALU NAWANG TERBANG PERGI.


SEMUA PEMAIN MASUK DAN MEMBERI HORMAT KEPADA PENONTON.


TAMAT

20220124 (c) Prana Dwija Iswara